Materi Belajar

Pengaruh Isolasi Geografis Terhadap Keragaman Budaya

Masyarakat yang tinggal di dalam wilayah yang terisolasi secara georgrafis memiliki cara hidup menyesuaiakan keadaan alam di tempat tinggalnya. Mari simak tayangan berikut ini!


Jika kita melihat kembali sejarah bangsa Indonesia yang mendapatkan pengaruh dari bangsa asing yang melintasi Selat Malaka sebagai penghubung antara belahan
bumi bagian barat dan timur pada saat itu sehingga budaya Indonesia dipengaruhi oleh ragam kebudayaan Hindu-Buddha, Islam, Tionghoa, dan Eropa.

Jenis Keragaman Budaya

selain karena faktor sejarah yang mampu memengaruhi keberagaman budaya, kondisi geografis tiap wilayah juga menjadi faktor, seperti pada masyarakat Buton yang tinggal di wilayah pesisir dan masyarakat adat Bali pada bacaan dibawah ini.

Cara Masyarakat Adat Wabula Melindungi Ekosistem Laut di Pesisir Buton

Pantai Wantopi. Gambar diakses https://maps.app.goo.gl/6M8jPw3XLVhV3ZCi7

Wabula, Buton, terletak di wilayah pesisir dengan sumber daya lingkungan laut berupa perikanan, terumbu karang, mangrove, padang lamun, yang dimanfaatkan sebagai komoditas bahkan sebagai destinasi wisata laut. Melihat dari letak geografisnya, sebagian besar masyarakat Wabula berprofesi sebagai nelayan, baik itu nelayan tetap ataupun nelayan sambilan.

Masyarakat adat Wabula memiliki sistem adat yang mengatur pemanfaatan sumberdaya laut, yaitu kaombo. Kaombo merupakan kawasan laut yang dalam jangka waktu tertentu atau bahkan selamanya, dilarang mengeksploitasi jenis biota tertentu atau keseluruhan jenis biota, hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup biota perairan laut serta menjaga ekosistem secara berkelanjutan. Diberlakukannya sistem kaombo ini juga mencerminkan bahwa sumberdaya laut merupakan kepemilikan bersama. Kaombo yang dilindungi secara adat, dibagi menjadi dua kawasan diantaranya yaitu kaombo saumuru dan kaombo awaktuu.

Kaombo sawamuru adalah kawasan laut yang biotanya sama sekali tidak diperekanankan untuk dimanfaatkan. Masyarakat wabula meyakini jika melanggar larangan akan mengakibatkan terjadinya malapetaka seperti badai, ombak, bahkan sulit  mendapatkan rezeki laut.

Kaombo awaktuu merupakan kawasan laut yang diperkenankan untuk dimanfaatkan pada waktu tertentu sekaligus kawasan laut yang dilarang untuk dieksploitasi pada waktu tertentu pula. Ini dilakukan dengan cara, apabila salah satu kawasan sedang dibuka atau diperkenankan untuk dimanfaatkan hasil lautnya, maka kawasan lain ada yang sedang ditutup atau dilarang untuk dimanfaatkan hasil lautnya. Sistem seperti ini biasanya diberlakukan di wilayah pesisir dan ditujukan untuk memberikan kesempatan biota laut dan ekosistemnya untuk berkembang biak.

Penerapan sistem adat ini dimaksudkan untuk melindungi kawasan laut tertentu sebagai tempat ikan berkembangbiak; menjaga habitat biota laut endemik; menjaga keanekaragaman dan ekosistemnya dari ancaman kerusakan dan berkurangnya populasi.


Perbedaan Pemulasaraan Jenazah oleh Masyarakat Adat Bali Aga dan Bali Majapahit

Upacara Ngaben. diakses dari Sejarah Upacara Adat Ngaben di Bali: Tujuan dan Jenis-Jenisnya

                Pulau Bali, wilayah yang dikenal oleh masyarakat dunia dengan adat istiadat dan keindahan alamnya. Umat Hindu masih mendominasi wilayah Bali hingga saat ini, hal tersebut menunjukkan bahwa pemeluk agama Hindu menjaga erat adat istiadat yang diajarkan oleh para leluhur sehingga masih bertahan sampai saat ini. Adat istiadat masyarakat Bali sebagian besar berupa upacara adat, dalam pelaksanaannya setiap masyarakat adat memiliki cara dalam menjalankan tiap prosesinya. Keberagaman cara tersebut jika dilihat dari sudut pandang sejarah terdapat dua suku mayoritas di pulau Bali, yaitu suku Bali Aga dan suku Bali Majapahit. Suku Bali Aga diyakini sebagai suku pertama yang menghuni pulau Bali, adapun suku Bali Majapahit adalah masyarakat yang datang dari jawa pada abad 13 hingga 16 dikarenakan ekspansi kerajaan Mahapahit pada saat itu.

                Proses ekspansi tersebut masyarakat yang datang dari Majapahit menduduki wilayah Gelgel, Tabanan, Kaba-Kaba, Carangsari, Tangkas. Wilayah yang diduduki merupakan dataran rendah di Bali, sedangkan suku Bali Aga bergeser mendiami wilayah Karangasem, Buleleng, dan Kintamani dimana wilayah tersebut merupakan dataran tinggi. Perbedaan wilayah yang ditinggali menjadi salahsatu faktor perbedaan prosesi upacara adat, salah satu yang paling terlihat adalah upacara Ngaben yang sudah kerap dikenalkan kepada masyarakat diluar Bali. Ajaran agama Hindu meyakini upacara Ngaben sebagai ritual keagamaan untuk memulangkan roh leluhur kembali ke tempat asalnya yaitu Panca Maha Bhuta, proses mengembalikan raga itulah yang terdapat perbedaan antara masyarakat Bali Aga dan masyarakat Bali Majapahit.

                 Masyarakat Bali Aga meyakini proses pengembalian roh yang telah meninggal dilakukan dengan cara ngelebur, artinya mengembalikan tubuh manusia kepada Panca Maha Bhuta. Kepercayaan masyarakat Bali Aga dengan menguburkan jenazah maka jasadnya akan terurai secara alami oleh unsur-unsur yang ada di tanah. Disisi lain, masyarakat suku Bali Majapahit meyakini bahwa dengan dibakar maka akan memepercepat proses kembalinya unsur dalam tubuh ke alam semesta. Meski terdapat perbedaan dalam prosesi merawat jenazah, satu hal yang sama adalah mengembalikan tubuh kepada unsur-unsur Panca Maha Bhuta dengan keadaan yang suci.

Laman: 1 2 3